Sejarah Dan Perkembangan Komnas HAM

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOMNAS HAM

Dalam pembahasan mengenai Komnas HAM tentu tidak akan lepas dari objek dalam komnas HAM itu sendiri yaitu Hak Asasi Manusia. HAM adalah hak yang mutlak di miliki oleh setiap orang yang di dapatkannya dari awal mula ia terlahir kedunia, hak ini di dapatkan secara cuma-cuma sebagai pemberian yang maha kuasa kepada hambanya.
Dalam perkembangan HAM di Indonesia terjadi fluktuasi dalam dalam pengakuannya secara ggamblang dalam konstitusi yang artinya sempat ada perdebatan antara anggota perumus Undang-undang dasar mengenai di muat atau tidaknya materi tentang HAM dalam Hukum Dasar yang akan di terapkan di Indonesia.
Dalam sejarahnya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang di bentuk oleh pemerintah kolonial jepang yang bertugas untuk menyelidiki sejauh mana kemungkian Indonesia merdeka yang kemudian menjadi bada perancang Undang-undang  dasar yaitu . dalam rangka menyusun rancangan Undang-undang Dasar Indonesia di bentuklah Panitia Peracang Undang-undang Dasar yang di ketuai oleh Ir. Soekarno, yang pada kemudian hari membentuk panitia kecil yang di ketuai oleh Prof. Soepomo,.
Dalam perundingannya para anggota perumus Undang-undang tersebut sepakat bahwa konstitusi yang terkandung dalam Undang-undang Dasar Indonesia harus di susun berdasarkan asas kekeluargaan yang mengesampingkan sifat Individualis dan Liberalis yang ada, dalam perumusan Undang-undang dasar pada pertama kali tidak di bahas mengenai Hak Asasi Manusia, maka ini menimbukan pertanyaan di dalam panitia itu senddiri, mengapa hak asasi manusia tidak di bahas dalam Undang-undang Dasar bukannkan hak asasi manusia itu adalah hak yang mutlak di miliki oleh semua orang tetapi mengapa tidak di sertakan dalam Konstitusi itu kan berarti tidak ada perlindungan dan pengakuan terhadap HAM.

Mengenai masalah hak azasi manusia tersebut anggota Soekarno antara lain berkata:

“Saja minta dan menangisi pada tuan-tuan dan njonja-njonja, buanglah sama sekali faham individualism itu. Djanganah di masukan pada Undang-undang kita jang dinamakan “rights of thr citizen” sebagai jang di anjurkan oleh republic itu adanja. Kita menghendaki keadilan social. Buat apa gronwet menuliskan bahwa, kemerekaan hak memberi suara, mengadakan persidangan dan berapat, djika misalnja tidak ada sociale rechtvaardighid jang demikian itu? Buat apa kita membikin ground wet, apa guna groundwet itu kalau tidak bias mengisi perut orang jang mati kelaparann. Grounwet  jang berisi “droit de I’hom me et du citoyen” itu, tidak bissa menghilangkan kelaparanja orang jang miskin jang hendak mati klaparan. Maka oleh karena itu, djikalau kita betul-betul hendak mendasarkan Negara kita kepada faham kekeluargaan , faham tolong menolong, faham gotong royong dan keadilan social anjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualism dan liberalism dari padanja.”[1] 

Hampir sama dengan pendapat anggota soekarno di atas, anggota soepomo juga berpendapat:

“Tadi dengan pandjang lebar sudah di terangkan oleh anggota Soekarno bahwa, dalam pembukaan itu kita telah menolak aliran pikiran perseorangan. Kita menerima akan mengandjurkan aliran pikiran kekeluargaan. Oleh karena itu Undang-undang Dasar kita tidak bias lain dari pada pandangan sistem kekeluargaan. Tidak bias kita memasukan dalam Undang-undang Dasar beberapa pasal-pasal tentang bentuk menurut aliran-alirann jang bertentangan. Misanja dalam Undang-undang Dasar kita tidak bias memeuaskan pasal-pasal jang tidak berdasarkan aliran kekeluargaan, meskipun sebetulnja kita ingin sekali memasukan, di kemudian hari mungkin, umpamanja Negara bertindak sewenang-wenang. Akan tetapi djikalau hal itu kita masukan, sebetulnya pada hakekatnja Undang-undang Dasar bertentangan dengan kontruksinya, hal itu sebagai ontruksi hokum tidak baik, djikalau ada kedjadian bahwa pemerintah bertindak sewenang-wenang”.[2]

Dari pejabaran di atas terlihat bahwa ada pertentangan di antara angota perumus undang-undang itu sendiri mengenai materi HAM yang akan di masukan kedalam Undang-undang Dasara, yang menjadi permasalahan adalh di mana pada awal berdirinya BPUPKI ataupun PPKI dan panitia kecil telah mensepakati bahwa konstitusi Negara Indonesia haruslah berdasarkan atas asa kekeluargaan, maka imbasnya Undang-undang Dasar yang di rancang harus berlandaskan asas kekeluargaan yang mana asa ini menentang sifat-sifat Indiviualisme dan sifat-sifat liberaisme yang ada.
Dalam merumuskan HAM yang di masukka maka akan timbul masalah yang mana  HAM itu tidak sesuai dengan asa kekeluargaan yang telah I sepakati sebelumnya sebagai dasar perancangan Undang-undang, kenapa di sebut bertentangan karena dalm Hak Asai Manusia yang di kedepankan adalh aspek Hak indivudu yang harus di akui oleh Negara dan di lindungi akan tetapi hal tersebut cendrung pada sifat Individualisme dan sifat kebebasan yang sangat liberais hal tersebut lah yang menjadikan HAM enggan di masukkan dalam Undang-Undang Dasar karna akan di anggap tidak konsistrns dengan apa yang telah di sepakati bersama.
Namun di luar pendapat tersebut Anggota Hatta berpendapat walaupun mereka setuju dengan hal yang di aparkan oleh Anggota Soekarno dan Anggota Soepomo akan tetapi berpendapat bahwa dalam mencegah terjadinya Negara kekuasaan, maka Hak Asasi Manusia di pandang perlu untuk di maksukan dalam Undang-Undang Dasar, senada dengan itu pun anggota  Yamin, berpendapat senada dengan anggota Hatta yang menganggap perlu di masukkannya HAM dalam Undang-undang Dasar karna sebagai jamina di lindunginya hak tersebut.
Dari perbedaan prendapat itulah yang menyebabkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (sebelum amandemen) hanya memeuat 7 pasal saja tentang hak-hak azasi manusia yang di mana 7 pasal tersebut belumcukup untuk mengatur permasalahan yang terjadi di Indonesia yang menyangkut mengenai Hak Azasi Manusia.
          Kurang lebih 20 tahun kemudian, di saat republic Indonesia bernaung di bawh Undang-undang dasar 1945 yang telah memuat bebrapa pasasl yang pokok tentang hak-hak azasi manusia, kekhawatiran dari anggota moh hatta yang pernah di ucapkan dalam siding PPKI tersebut menjadi kenyataan yaitu pada saat pemerintah orde lama hampir-hampir tidak di hargai hak-hak azasi warga negara[3]
Oleh karna itu Moh Yamin berpendapat bahwa Hak Asasi Manusia itu bukanlah produk dari Liberalis ataupun Individualis seperi yang di katakan oleh anggota Soekarno dan anggota Soepomo, moh yamin bependapat Hak Azasi Manusia adalh hak yang tibul dari pertentangan antara golongan yang lemah denga mereka yang menjadi pennguasa tirani yang bertindak semaunya sendiri. Olehkarena itu persoalan mengenai hak azasi manusia adalah persoalan antara individu yag memegang kekuasaa dan individu yang tidak memiliki kekuasaan
Maka dari itu mulailah ada pemikiran bahwa perlulah di masukan HAM kedalah Undang-undang Dasar yang pada puncaknya adalah dengan semakin banyaknya penyelewengan HAM yag terjadi pada Era Orde lama dan orde baru maka masyarakat menginginkan adanya pembaharuan terhadap Undang-undang dasr yang implementasinya adalh menjadi amandemen undang-undang dasr yang berlangsung 4 kali stelah amandemen tersebut HAM di akui keberadaannya yang di mana masalah HAM ini di ataur dalam pasal 28A s/d Pasal 28J UUD 1945.
Sebenarnya dalam hal pelanggarn HAM yang terjadi pada era ordelama ataupun orde baru sangat banyak yang terjadi pada era ini seakan kebebasan masnyarakat di kebiri secara besar besaran yang imbasnya adalah semakin terintimidasinya masyarakat oleh pemerintah. Yang pada akhirnya terjadi demonstrasi besarbesaran yang menuntut adnya reformasi di seluruh bidang, dengan adanya rifirmasi tersedut ikut berubah pula undang-undang dasar yang akhirnya di amandemen. Dalam amandemen ini masalah HAM sudah di atur dengan cukup jelas di dalamnya baik itu di atur ddalam pembukaan ataupun di atur dalam batang tubuh itu sendiri, dan selain dalam undang-undang dasar untuk melaksanakan kweajiban yang diatur dalam UUD 1945 tersebut, MPR dengan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang hak azasi manusia menugaskan kepada lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur pemrintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak azasi manusia kepada instrument prserikatan bangsa-bangsa tentang Hak Azasi manusia, sepanjang tidak bertentanga dengan UUD 1945.
Atas dasar perintah konstitusi dan amanat ketetapan MPR di atas, pada tanggal 23 september 1999 diberlakukan UU No. 39 Tahun 1999 tentang ak asasi manusia (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 165). Di dalam Undang-undang ini mengatur mengenai hak asasi manusia yang berpedoman pada deklarasi HAM PBB, kenvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk diskrimnasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang Hak Ana, dan berbagai instrument internasional lai yang mengatur mnegnai Hak Azasi Manusia. Di sampng itu Undang-undang ini mengatur pembentukan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia sebagai lembaga independen atau mandiri yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang, dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan pemantauan dan mediasi tentang hak azsasi manusia, yang dulu pernah di atur dalam keputusan hak azasi manusia, yang dulu pernah di atur dalam Kepres No. 50 Tahun 1993.[4]
Maka dalam sejarahnya Komnas HAM terbentuk tidak lain tidak bukan adalah sebagai implementasi dari perlindungan HAM yng ada dalam Konstitusi ataupun dalam amanat ketetapan MPR yang telah di sebutkan di atas namun dalam perkembangannya ketika awal di bentuknya komisi ini belumlah dapat menjadi suatu lembaga yang dapat melindnungi HAM secara kokoh barulah pada enam tahun berikutnya setelah di keluarkannya KEPRES No. 50 Tahun 1993 DPR mengesahkannya menjadi UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, yang mengubah struktur dasar dan menambah kewenang komnas. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 75, komnas HAM bertujuan:
  • Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak azasi manusia sesuai denga pancasila, UUD 1945, dan Piagam Perspektif Bangsa Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia dan;
  • Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak azai manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuanya benpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk mencapai tujuannya komnas HAM meaksanakan fungsi pengkajian , penelitian penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang HAM, Undang-undang ini juga membuka akses kepada massyarakat yang memiliki alasan kuat bahwa hak azasinya teahh di langgar mengajukan laporan dang pengaduan lisan atau tertulis kepada Komnas HAM. Pengaduan terhadap pelanggaran hak azasi manusia meliputi pula pengaduan melalui pengaduan melauli perwakilan mengenai pelanggaran hak Azasi manusia yang terjadi pada golongan masyarakat.[5]




[1] Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945, (Prapantja, Djakarta, 1959) hlm.  Di kutip dalam Moh, Kusnardi, Hukum Tata Negara Indonesia,(F.H Universitass Indonesia, Depok, 1988) hlm. 313

[2] Ibid, hal 313
[3] Moh, Kusnardi, Hukum Tata Negara Indonesia,(F.H Universitass Indonesia, Depok, 1988) hlm. 316
[4] Nikmatul huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005) hlm: 226
[5] Ibid hlm: 227

Post a Comment

0 Comments